HAKIKATPENDIDIKAN
ANAK USIA DINI (PAUD)
MAKALAH
Ditulis Untuk Memenuhi Tugas Mata
Kuliah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
Program Studi Pendidikan Agama Islam
Jurusan Tarbiyah
Oleh
Istiqomah (084
101 116)
Sulfiah (084 101 136)
Fakhriyatus Shofa Alawiyah (084 101 156)
Nur Diana Ulfa (084 111 133)
M. Andi Hidayat (084 101 327)
Dosen Pembina,
Musyarofah, M.Pd
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) JEMBER
SEPTEMBER, 2013
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sebagai strategi pembangunan sumber daya manusia
dipandang sebagai titik sentral dan sangat fundamental serta strategis
mengingat bahwa:
1. Usia dini merupakan masa keemasan (The Golden Age),
namun sekaligus periode yang sangat kritis dalam tahap perkembangan
manusia.
2.
Pertumbuhan dan perkembangan anak pada usia dini, bahwan sejak dalam kandungan
sangat menentukan derajat kualitas kesehatan, intelegensi, kematangan
emosional, dan produktivitas manusia yang berkualitas
3. Undang-undang Nomor
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan dengan
tegas perlunya penanganan pendidikan anak usia dini, hal tersebut bisa dilihat
pada pasal 1 butir 14 yang menyatakan bahwa: ”Pendidikan Anak Usia Dini adalah
suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir isampai dengan
usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan
untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak
memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.”
4. Tidak semua teori yang diterima sama dengan yang ada
di lapangan, sehingga perlunya wawasan atau pandangan tentang Pendidikan Anak
Usia Dini (PAUD).
Berpijak dari hal
tersebut, dalam rangka meningkatkan pemahaman kita tentang hakikat Pendidikan Anak Usia Dini, maka dipandang penting disusunnya makalah yang
berjudul ”Hakikat Pendidikan Anak Usia Dini”, yang mana
nantinya mencakup pengertian, landasan, prinsip penyelenggaraan, prinsip, urgensi
dan review kebijakan PAUD.
B.
Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, rumusan masalah adalah sebagai berikut:
1.
Apa
pengertian Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)?
2.
Apa
landasan yuridis Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)?
3.
Bagaimana
prinsip penyelenggaraan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)?
4.
Bagaimana
urgensi Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)?
5.
Bagaimana
review kebijakan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia, pendidikan diartikan sebagai proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang diusaha
mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.[1]
Kemudian dalam arti luas, pendidikan adalah segala bentuk pengalaman belajar
yang berlangsung dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat untuk
mengembangkan kemampuan seoptimal mungkin sejak lahir sampai akhir hayat.
Menurut UU No. 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I, pasal 1, butir 14 dinyatakan
bahwa “Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan
kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui
pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan
jasmani dan ruhani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih
lanjut”.
Salah satu periode yang menjadi penciri masa
usia dini adalah the golden ages atau periode keemasan. Banyak konsep
dan fakta yang ditemukan memberikan penjelasan periode keemasan pada masa usia
dini ketika semua potensi anak berkembang paling cepat. Beberapa konsep yang
disandingkan untuk masa usia dini adalah masa
eksplorasi, masa identifikasi/imitasi, masa peka dan masa bermain.
Pendidikan anak usia dini adalah merupakan
upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam
tahun yang dilakukan melalui pemberian stimulus pendidikan agar membantu
perkembangan, pertumbuhan baik jasmani maupun rohani sehingga anak memiliki
kesiapan memasuki penddikan yang lebih lanjut.
Pendidikan anak usia dini merupakan pendidikan
yang paling mendasar dan menempati kedudukan sebagai golden age dan
sangat strategis dalam pengembangan sumber daya manusia (Direktorat PAUD,
2005). Rentang anak usia dini dari lahir sampai usia enam tahun adalah usia
kritis sekaligus strategis dalam proses pendidikan dan dapat mempengaruhi
proses serta hasil pendidikan seseorang selanjutnya artinya pada periode ini
merupakan periode kondusif untuk menumbuh kembangakan berbagai kemampuan,
kecerdasan, bakat, kemampuan fisik, kognitif, bahasa, sosio-emosional
dan spiritual.
Sehat, cerdas, ceria, dan berakhlak mulia
adalah sebait ungkapan yang sarat makna dan merupakan semboyan dalam
pengasuhan, pendidikan dan pengembangan anak usia dini di Indonesia.
Pendidikan anak usia dini dianggap sebagai
cermin dari suatu tatanan masyarakat, tetapi juga ada pandangan yang
mengemukakan bahwa sikap dan perilaku suatu masyarakat dipandang sebagai suatu
keberhasilan ataupun sebagai suatu kegagalan dalam pendidikan dan keberhasilan
pendidikan tergantung kepada pendidikan anak usia dini karena jika pelaksanaan
pendidikan pada usia dini baik, maka proses pendidikan pada usia remaja, usia
dewasa akan naik pula.
Mengacu pada teori Piaget, anak usia dini dapat
dikatakan sebagai usia yang belum dapat dituntut untuk berpikir secara logis,
yang ditandai dengan pemikiran sebagai berikut:
1.
Berpikir secara konkret, yaitu anak belum dapat
memahami atau memikirkan hal-hal yang bersifat abstrak (seperti cinta dan
keadilan).
2.
Realisme yaitu kecenderungan yang kuat untuk
menanggapi segala sesuatu sebagai hal yang real.
3.
Egosentris yaitu kecenderungan yang kuat untuk
menanggapi segala sesuatu hanya dari sudut pandangan sendiri dan tidak mudah
menerima penjelasan dari orang lain.
4.
Kecenderungan untuk berpikir sederhana dan
tidak mudah menerima sesuatu yang majemuk.
5.
Animisme yaitu kecenderungan untuk berpikir
bahwa semua yang ada dilingkungannya memilikikualitas kemanusiaan sebagaimana
yang dimiliki anak.
6.
Sentrasi yaitu kecenderungan untuk
mengonsentrasikan dirinya pada satu aspek dari suatu situasi.
7.
Anak usia dini dapat dikatakan memiliki
imajinasi yang sangat kaya dan imajinasi ini yang dikatakan sebagai awal
munculnya bibit kreativitas pada anak.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa anak
usia dini adalah anak yang berusia 0-6 tahun, yang berada pada tahap
perkembangan awal masa kanak-kanak, yang memiliki karakteristik berpikir
konkret, realism, sentrasi, sederhana, animism dan memiliki imajinasi yang
kaya.
Para ahli pendidikan anak berpendapat bahwa
pendidikan anak usia dini merupakan pendidikan yang apat membantu menumbuh
kembangkan anak dan pendidikan dapat membantu perkembangan anak secara wajar.
Jadi pada hakekatnya pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah pemberi upaya
untuk menstimulasi, membimbing, mengasuh, dan menyediakan kegiatan pembelajaran
yang akan menghasilkan kemampuan dan keterampilan pada anak usia dini.[2]
Secara umum tujuan pendidikan anak usia dini
ialah memberikan stimulasi atau rangsangan bagi perkembangan potensi anak agar
menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kritis, kreatif, inovatif, mandiri, percaya diri, dan menjadi
warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.[3]
B.
Landasan Yuridis Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
Adapun
landasan yuridis pendidikan anak usia dini adalah sebagai berikut:
1.
Dalam Amandemen UUD 1945 pasal 28 B ayat 2
dinyatakan bahwa ”Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan
berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.
2.
Dalam UU NO. 23 Tahun 2002 Pasal 9 Ayat 1
tentang Perlindungan Anak dinyatakan bahwa ”Setiap anak berhak memperoleh
pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat
kecerdasarnya sesuai dengan minat dan bakatnya”.
3.
Dalam UU NO. 20 TAHUN 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional Bab 1, Pasal 1, Butir 14 dinyatakan bahwa ”Pendidikan Anak
Usia Dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir
sampai dengan usia 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan
pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar
anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut”.
Sedangkan pada pasal 28 tentang Pendidikan Anak
Usia Dini dinyatakan bahwa :
a.
Pendidikan Anak usia dini diselenggarakan
sebelum jenjang pendidikan dasar,
b.
Pendidkan anak usia dini dapat diselenggarakan
melalui jalur pendidkan formal, non formal, dan/atau informal,
c.
Pendidikan anak usia dini jalur pendidikan
formal: TK, RA, atau bentuk lain yang sederajat,
d.
Pendidikan anak usia dini jalur pendidikan non
formal: KB, TPA, atau bentuk lain yang sederajat,
e.
Pendidikan usia dini jalur pendidikan informal:
pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan, dan
f.
Ketentuan mengenai pendidikan anak usia dini
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur
lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.”
4.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 58
tahun 2009 tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini.[4]
C.
Prinsip Penyelenggaraan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
Pelaksanaan pendidikan anak usia dini menggunakan
prinsip-prinsip sebagai berikut.
1.
Berorientasi pada kebutuhan anak
Kegiatan pembelajaran pada anak harus berorientasi kepada kebutuhan anak. Anak usia dini
adalah anak yang membutuhkan upaya-upaya pendidikan untuk mencapai optimalisasi
semua aspek perkembangan baik perkembangan fisik maupun psikis, yaitu
intelektual, bahasa, motoric, dan sosio emosional.
2.
Belajar melalui bermain
Bermain
merupakan sarana belajar anak usia dini. Melalui bermain anak diajak
bereksplorasi , menemukan, memanfaatkan,
dan mengambil kesimpulan mengenai benda di sekitarnya.
3.
Menggunakan lingkungan yang kondusif
Lingkungan
harus diciptakan sedemikian rupa sehingga menarik dan menyenangkan dengan
memerhatikan keamanan serta kenyamanan yang dapat mendukung kegiatan belajar
melalui bermain.
4.
Menggunakan pembelajaran terpadu
Pembelajaran
pada anak usia dini harus menggunakan konsep pembelajaran terpadu yang
dilakukan melalui tema. Tema yang dibangun harus menarik dan dapat
membangkitkan minat anak dan bersifat kontekstual. Hal ini dimaksudkan agar
anak mampu mengenal berbagai konsep secara mudah dan jelas sehingga
pembelajaran menjadi mudah dan bermakna bagi anak.
5.
Mengembangkan berbagai kecakapan hidup
Pengembangan
keterampilan hidup dapat dilakukan melalui proses pembiasaan. Hal ini
dimaksudkan agar anak belajar untuk menolong
diri sendiri, mandiri dan bertanggung jawab serta memiliki disiplin sendiri.
6.
Menggunakan berbagai media edukatif dan sumber belajar
Media dan
sumber pembelajaran dapat berasal dari lingkungan alam sekitar atau bahan-bahan
yang sengaja dipersiapkan guru. Pembelajaran bagi anak usia dini hendaknya
dilakukan secara bertahap, dimulai dari konsep yang sedern-kegiathana dan dekat
dengan anak. Agar konsep dapat dikuasai dengan baik, hendaknya guru menyajikan
kegiatan-kegiatan yang berluang.
D.
Urgensi Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
Tingkat
kesadaran masyarakat terhadap pemberian layanan pendidikan bagi anak sejak usia
dini (0-6) masih sangat rendah. Hal itu disebabkan antara lain karena kurangnya
sosialisasi kepada masyarakat tentang pentingnya pendidikan anak usia dini.
Meskipun selama ini pemerintah dan masyarakat telah menyelenggarakan berbagai
program layanan pendidikan bagi anak usia dini. Namun, kenyataannya hingga saat
ini masih banyak anak usia dini yang belum memperoleh layanan pendidikan.
Banyak anggapan sebelumnya yang mengatakan bahwa pendidikan yang tepat
diberikan kepada anak adalah pada saat anak mulai masuk usia kematangan yang
siap untuk bersekolah yaitu antara 5-7 thun. Sedangkan, yang sebenarnya adalah
bahwa pendidikan bisa dimulai dari usia 0-6 tahun.
Disamping itu
terbatasnya jumlah pendidik serta ditambah lagi dengan relatif rendahnya
kualitas tenaga yang ada. Faktor lain adalah letak geografis yang membuat
mereka sulit untuk menjangkau lokasi belajar dan yang lebih parah lagi adalah
tingkat ekonomi yang menjadi penyebab utama mengapa orang tua tidak sesegera
mungkin mempersiapkan anaknya untuk belajar sejak dini.
Secara umum,
tujuan pendidikan anak usia dini adalah mengembangkan berbagai potensi
anak sejak dini sebagai persiapan untuk hidup
dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Secara khusus,
tujuan pendidikan anak usia dini antara lain adalah sebagai berikut :
1.
Agar
anak percaya akan adanya Tuhan dan mampu beribadah serta mencintai sesamanya
2.
Agar
anak mampu mengolah keterampilan tubuhnya, termasuk gerakan motorik kasar dan
motorik halus, serta mampu menerima rangsangan sensorik
3.
Anak
mampu menggunakan bahasa untuk pemahaman bahasa pasif dan dapat berkomunikasi
secara efektif sehingga dapat bermanfaat untuk berpikir dan belajar
4.
Anak
mampu berpikir logis, kritis, memberikan alasan, memecahkan masalah, dan
menemukan hubungan sebab-akibat.
5.
Anak
mampu mengenal lingkungan alam, lingkungan social, peranan masyarakat,
menghargai keragaman social dan budaya, serta mampu mengembangkan konsep diri
yang positif dan control diri.
6.
Anak
memiliki kepekaan terhadap irama, nada, berbagai bunyi, serta menghargai karya
kreatif.
Dengan
demikian, urgensi pendidikan anak usia dini adalah untuk mengembangkan semua
aspek perkembangan anak, meliputi perkembangan kognitif, bahasa, fisik (motorik
kasar dan halus), sosial, dan emosional. [5]
E.
Review Kebijakan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
Perubahan paradigma dalam bidang
pendidikan dan berbagai perkembangan dalam bidang IPTEK membawa implikasi
terhadap berbagai aspek pendidikan, termasuk pada kebijakan pendidikan. Jika
pada awal kemerdekaan pemerintah focus perhatiannya tertuju pada jenjang
pendidikan dasar, menengah, dan tinggi namun setelah itu perhatian pemerintah
tertuju pada pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar, yaitu Pendidikan Anak
Usia Dini (PAUD).
Di daerah pelosok, masyarakat sudah
mengenal PAUD. Masyarakat mulai mengetahui ada lembaga pendidikan lain selain
TK bagi putra – putrinya. Fenomena menjamurnya PAUD merupakan salah satu bentuk
antusiasme masyarakat dalam merespons program pemerintah untuk meningkatkan
aksesbilitas masyarakat terhadap pendidikan bagi anak usia dini.
Gencarnya program pemerintah dalam
menyosialisasikan peyelenggaraan PAUD tentunya harus diiringi dengan pemantauan
yang serius sehingga para penyelenggara tidak hanya mendirikan PAUD karena di
dorong adanya proyek perintisan pendirian PAUD saja, namun juga memahami
mengenai pentingnya menyelenggarakan pendidikan yang berkualitas bagi anak usia
dini. Akses yang dipermudah bagi masyarakat dengan menyelenggarakan PAUD tentu
saja tidak salah bahkan hal ini dapat menjadi pijakan awal bagi penyelenggaraan
pendidikan yang berkualitas sepanjang seluruh unsur masyarakat bahu-membahu
bersama pemerintah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya
pendidikan anak usia dini. Kesibukan orangtua telah mendorong tumbuh dan
berkembangnya lembaga penyedia layanan pendidikan anak usia dini, seperti TPA,
KB, TK, dan satuan PAUD sederajat.
Terlepas dari kecenderungan yang
meningkat pesat, mungkin tidak semua orangtua memahami bahwa pendidikan usia
dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai
sampai dengan usia 6 tahun yang dilakukan melalui pengasuhan, pembimbingan, dan
pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan anak agar memiliki
kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Pemahaman yang dimiliki
orangtua barangkali terbatas pada kebutuhan bahwa anaknya harus masuk TK
sebelum ke SD, bahkan banyak yang mengharapkan agar anaknya sudah mampu
membaca, menulis, dan berhitung setelah menyelesaikan pendidikan di TK. Padahal
pendidikan TK tidak mengharuskan pencapaian kemampuan membaca, menulis dan
berhitung.
Melihat dari kondisi diatas,
kebutuhan penyiapan pendidik yang mampu mengasuh dan mebimbing anak usia sejak
lahir sampai 6 tahun merupakan suatu keharusan. Pendidik anak usia dini disebut
sebagai guru PAUD, baik yang mengajar di TK maupun di KB atau TPA. Dalam UU RI
Nomor 14 Tahun 2005 pasal 1 ayat 1 dinyatakan bahwa guru adalah pendidik
professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,
melatih, menilai, dan mengevaluasi anak pada jalur pendidikan formal serta pada
jenjang pendidikan dasar dan menengah. Oleh sebab itu, sebutan guru PAUD tidak
hanya berlaku bagi pendidik yang bertugas di jalur pendidikan formal, tetapi
juga pada pendidikan nonformal dan informal.
Untuk membangun dan mengembangkan PAUD,
berbagai kebijakan juga telah dikeluarkan oleh pemerintah, mulai dari sistem
perundang-undangan sampai ke hal-hal yang bersifat teknis operasional. Berbagai
ketentuan tentang pendidikan anak usia dini termuat dalam UU RI No. 20/2003
tentang sistem pendidikan nasional, khususnya ketentuan-ketentuan yang
berkaitan dengan jenjang seluruh pendidikan, mulai dari PAUD sampai ke jenjang
pendidikan tinggi. Pada pasal 28 ditetapkan bahwa Pendidikan Anak Usia dini
dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal berbentuk TK/RA,
Pendidikan Anak usia dini dalam jalur nonformal berbentuk kelompok bermain
(KB), TPA, atau berbentuk lain yang sederajat. Sedangkan, pendidikan anak usia
dini dalam jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan
yang diselenggarakan oleh lingkungan.
Sebagai implementasi dari
undang-undang tersebut, pemerintah telah mengeluarkan PP No. 19/2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan, dan UU No. 14/2005 tentang guru dan dosen, yang
salah satu ketentuannya menyebutkan bahwa pendidikan anak usia dini wajib
memiliki kaulifikasi akademik pendidikan minimum D-IV atau S1 serta kompetensi
sebagai pendidik. Para calon guru yang telah memiliki kualifikasi akademik S1
dan kompetensi sebagai pendidik, selanjutnya harus mengikuti uji kompetensi
untuk mendapatkan sertifikasi pendidik. Selain perundang-undangan, juga telah
ditetapkan kebijakan pemerintah berkenaan dengan tugas dan ekspektasi kinerja
guru PAUD. Arah kebijakan tersebut berkenaan dengan pengembangan konsep PAUD,
pengembangan pendidikan guru anak usia dini, pengembangan anak sesuai dengan
potensinya secara optimal, serta pengembangan sarana dan prasarananya.
Kebijakan pemerintah di bidang PAUD
tersebut bertujuan untuk menggalakkan pendidikan anak usia dini agar berlangsung
sesuai dengan hakikat pendidikan anak usia dini. Pada kenyataannya, pendidikan
anak usia dini yang ada di Indonesia selama ini lebih banyak dilaksanakan oleh
masyarakat. Banyak TK dan KB yang diselenggarakan oleh masyarakat menunjukkan
besarnya minat masyarakat pada pendidikan anak usia dini. Pemerintah tidak akan
mengambil alih peran masyarakat yang sudah ada. Sebaliknya, alangkah baiknya
pemerintah memfasilitasi, mendorong, dan melengkapi berbagai kegiatan yang
sudah ada agar jangkauan layanan dan mutu pendidikan yang mereka selenggarakan
terus meningkat. Upaya yang perlu, telah dan tengah dilakukan adalah dengan
mengintegrasikan penanganan pendidikan anak usia dini dengan program-program
layanan anak usia dini yang telah ada dilapangan. Selain itu, masih banyak
hal-hal penting yang perlu mendapat perhatian para pendidik PAUD, misalnya
adanya kecenderungan mengajarkan membaca dan menulis untuk anak usia dini.
Kecenderungan ini tampaknya juga dipicu dan dipacu oleh para orang tua dan
sekolah dasar tertentu. Orangtua akan merasa bangga jika anak-anaknya yang
masih berada di TK atau KB sudah mampu membaca dan menulis. Tidak jarang
kemampuan membaca dan menulis yang dimiliki oleh anak TK atau bahkan anak-anak
Kelompok Bermain dijadikan ukuran kualitas sebuah KB atau TK. Pada gilirannya,
ukuran ini akan mempengaruhi popularitas KB atau TK.
Berikut ada beberapa permasalahan
yang berkaitan dengan penyelenggaraan PAUD, diantaranya:
1.
Pembiayaan
Penyelenggaraan PAUD yang minim
Setiap unit kerja selalu berhubungan
dengan masalah keuangan, demikian pula di lembaga PAUD. Hal-hal yang menyangkut
keuangan di PAUD pada garis besarnya berkisar pada uang sumbangan pembinaan
pendidikan (SPP). Permasalahan tersebut boleh di anggap klasik, namun itulah
yang memang dirasakan pada penyelenggara PAUD, apalagi jika PAUD tersebut
memang belum memperoleh bantuan dari pihak manapun. Alternatif solusi yang
dapat di upayakan pemerintah dalam masalah ini antara lain:
a.
Pemerintah
selayaknya lebih memprioritaskan anggaran pembangunan PAUD di atas pembangunan
lain.
b.
Pemerintah
dapat mendukung dan bekerja sama dengan pihak swasta baik ditingkat pusat
maupun daerah untuk pembangunan PAUD berupa bantuan dana, supervise, pembinaan
Guru dan sosialisasi acuan pembelajaran yang intensif.
c.
Memanfaatkan
CSR perusahaan-perusahaan swasta sebagai salah satu sumber pendanaan.
2.
Kurangnya
Kuantitas dan Kualitas Guru / Pamong PAUD
Permasalahan lainnya yaitu kesiapan
guru PAUD dalam melakukan proses pendidikan. Apalagi, jika guru memang belum
memiliki kemampuan dan ketrampilan dalam melaksanakan pembelajaran di PAUD.
Secara kuantitas, guru PAUD jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah
guru-guru pada strata pendidikan yang lain (SD, SMP, SMA). Dari segi kualitas,
Guru PAUD di Indonesia masih rendah mutunya. Indikatornya adalah lulusan SMA
atau SMP mengajar PAUD, artinya guru anak usia dini ini kurang kompeten
dibidangnya.
Kondisi ini membuat merosotnya mutu
pendidikan PAUD yang berimbas negative pada pembentukan kualitas anak. Agar
kualitas tenaga pendidikan itu memadai, lembaga pendidikan guru anak usia dini
harus pula memberikan beragam aspek ilmu pengetahuan sesuai dengan karakter
perkembangan anak. Untuk menghasilkan pendidikan yang bermutu, tentulah
dibutuhkan guru yang bermutu pula. Sebaliknya, jika kualitas guru rendah, maka
kualitas anak didik pun akan rendah. Alternatif solusi yang dapat di upayakan
untuk masalah ini yaitu:
a.
Perlu
adanya kenaikan pendapatan guru PAUD oleh pemerintah swasta agar menarik minat
masyarakat untuk menjadi guru PAUD.
b.
Pemerintah
dapat mengalokasikan dana anggaran pembangunan yang lebih besar untuk menaikkan
pendapatan guru PAUD.
c.
Institusi
prasekolah negeri dan swasta perlu menetapkan peraturan bahwa pendidikan
minimal guru PAUD adalah Diploma II dalam bidangnya dan akan lebih baik lagi
bila S1.
d.
Perlunya
kerja sama yang saling mendukung antara pemerintah dan organisasi profesi PAUD
untuk bersama-sama meningkatkan kuantitas dan kualitas guru PAUD secara merata
di seluruh wilayah Indonesia.
3.
Rendahnya
Mutu Pendidikan PAUD
Jika kita melihat perkembangan PAUD
yang telah tumbuh pesat di luar negeri, mereka dapat menghasilkan anak-anak
yang mempunyai karakteristik kritis, mandiri, aktif, kreatif, dan percaya diri.
Hal tersebut berbanding terbalik dengan anak usia dini yang ada di Indonesia.
Di Indonesia, PAUD belum begitu berhasil secara signifikan pada kualitas anak
usia dini di Indonesia pada umumnya yang mempunyai karakteristik kurang kritis,
kurang mandiri, pasif, kurang kreatif, dan kurang percaya diri. Hal ini menjadi
masalah jika pemerintah dan masyarakat bersikap asal jalan saja. Peningkatan
kualitas anak melalui pendidikan terlepas dari tersedianya kerangka
penyelenggaraan pendidikan yang baik secara keseluruhan, yaitu falsafah dan
tujuan pendidikan, luasnya materi, metode dan teknik pembelajaran, media
pengajaran, interaksi/kegiatan pembelajaran, dan fasilitas yang mendukung.
Factor-faktor tersebut masih kurang bermutu dalam pembelajaran PAUD di
Indonesia. Bila factor-faktor tersebut dirancang dengan baik dan cermat, maka
dapat dipastikan kualitas PAUD akan meningkat. Adapun alternatif solusi yang
dapat di upayakan untuk masalah ini antara lain:
a.
Pemerintah
diharapkan memperbaiki acuan pembelajaran PAUD, terutama perluasan dan
pendalaman materi.
b.
Pemerintah
maupun institusi prasekolah atau swasta dapat secara kreatif memperkaya
factor-faktor pembelajaran yang telah berjalan seperti; merevisi tujuan
pembelajaran yang lebih mengarah agar anak lebih kritis, memperkaya materi
pembelajaran agar lebih menariks
4.
Rendahnya
Animo Masyarakat/ Kesadaran Orangtua tentang Urgensi PAUD
Banyak orangtua beranggapan masa
sekolah adalah berawal belajar di sekolah formal, di kelas 1 SD sehingga lima
tahun pertama berlalu begitu saja di rumah tanpa stimulasi yang optimal dari
orangtua. Peraturan pemerintah Nomor 27 tahun 1990 tentang Pendidikan
Prasekolah menyatakan bahwa pendidikan prasekolah bukan syarat masuk SD turut
memperendah kesadaran orangtua terhadap urgensi PAUD karena mendapat tanggapan
yang salah dari orangtua yang mengartikan pendidikan bagi anak usia dini
tidaklah penting.
Kebanyakan orangtua tidak mempunyai
wawasan tentang perkembangan anak yang cukup sehingga mereka banyak yang tidak
menguasai pendidikan usia dini di rumah. Karena factor kekurang fahaman,
kesibukan, banyak orangtua yang melalaikan tahun-tahun penting pertama dalam
kehidupan anak. Solusi yang dapat diupayakan untuk masalah ini antara lain:
a.
Pemerintah
maupun swasta mengadakan institusi pendidikan bagi orangtua tentang anak usia
dini yang dapat terjangkau oleh semua kalangan.
b.
Pembinaan
PAUD sampai ke pelosok-pelosok daerah tidak hanya di posyandu, tetapi juga
dengan sistem door to door/ jemput bola dan terjun langsung ke masyarakat.
Program ini dapat dilaksanakan secara kolaboratif antara kementerian pendidikan
nasional, kementerian social, kementerian agama di wilayah setempat dan
tokoh-tokoh masyarakat di daerah tersebut dengan kader-kader yang terpilih dan
mampu mengemban tugas ini.
c.
Mengadakan
lembaga PAUD yang terjangkau bukan Cuma-Cuma untuk masyarakat kurang mampu
dengan subsidi dari aparat pemerintah dan masyarakat setempat.
5.
Kebijakan
Pemerintah tentang PAUD yang belum Memadai
Dari sisi kebijakan, Peraturan
Pemerintah Nomor 27 tahun 1990 yang masih berlaku menyatakan bahwa pendidikan
prasekolah bukan syarat masuk ke SD, merupakan PP yang kurang berpihak bagi
berkembangnya PAUD di Indonesia. PP ini berdampak luas pada berbagai aspek
seperti efek domino (saling berpengaruh dan berkaitan), yaitu orangtua menjadi
kurang memprioritaskan PAUD bagi anak balitanya namun langsung memasukkannya ke
SD, serta kurangnya minat pemerintah dalam mendirikan institusi lembaga PAUD
tidak seperti halnya pembangunan SD Negeri yang begitu digalakkan sampai ke
daerah-daerah. Alternatif solusi yang dapat diupayakan untuk masalah ini antara
lain:
a.
Pemerintah
hendaknya mengubah kebijakan agar pendidikan prasekolah/ PAUD menjadi kondisi
yang lebih diutamakan untuk masuk SD mengingat pentingnya pendidikan prasekolah
bagi perkembangan anak selanjutnya.
b.
Penganggaran
porsi dana yang lebih besar untuk pembangunan PAUD di Indonesia.
c.
Meningkatkan
pendapatan guru PAUD, baik di tingkat pusat maupun daerah.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari pembahasan diatas, maka dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1)
Pendidikan
Anak Usia Dini atau lebih dikenal dengan singkatan PAUD merupakan suatu upaya
pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir isampai dengan usia enam tahun
yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu
pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki
kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
2)
Landasan
yuridis pendidikan anak usia dini adalah (a) amandemen UUD 1945 pasal 28 B ayat 2, (b) UU
NO. 23 Tahun 2002 Pasal 9 Ayat 1 tentang Perlindungan Anak, (c) UU NO. 20 TAHUN
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 1, Pasal 1, Butir 14, (d) Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional No 58 tahun 2009 tentang Standar Pendidikan Anak
Usia Dini.
3)
Prinsip
Penyelenggaraan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)adalah berorientasi pada kebutuhan anak, belajar melalui bermain, menggunakan
lingkungan yang kondusif , menggunakan pembelajaran terpadu, mengembangkan
berbagai kecakapan hidup, menggunakan berbagai media edukatif dan sumber
belajar.
4)
urgensi
pendidikan anak usia dini adalah untuk mengembangkan semua aspek perkembangan
anak, meliputi perkembangan kognitif, bahasa, fisik (motorik kasar dan halus),
sosial, dan emosional.
5)
Kebijakan
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah pembiayaan penyelenggaraan PAUD yang
minim, kurangnya kuantitas dan kualitas guru / pamong PAUD, rendahnya mutu
pendidikan PAUD, rendahnya animo masyarakat/ kesadaran orangtua tentang urgensi
PAUD, kebijakan pemerintah tentang PAUD yang belum memadai.
DAFTAR PUSTAKA
Suyadi & Maulidya Ulfah. 2013. Konsep
Dasar PAUD. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Novan Ardi
Wiyani & Barnawi. 2012. Format
Paud. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
0 komentar:
Posting Komentar