PANDANGAN TEORI HUMANISTIK TERHADAP PROSES BELAJAR DAN APLIKASINYA DALAM
KEGIATAN PEMBELAJARAN
Makalah
Ditulis Untuk Memenuhi Tugas Evaluasi Matrikulasi Tahun
Akademik 2015/2016
Jurusan Tarbiyah Program Studi Pendidikan Agama Islam
Oleh:
1. Safi’i (084
9315 001)
2. Fakhriyatus Shofa Alawiyah (084
9315 003)
3. Nur Wahidah (084
9315 004)
PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN)
JEMBER
Agustus, 2015

PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam proses
pendidikan di sekolah, aktivitas yang paling utama adalah proses pembelajaran. Suatu
tujuan pendidikan dapat tercapai itu tergantung pada proses pembelajaran yang
terjadi secara efektif. Dalam proses pembelajaran itu, pendidik dalam hal ini
guru merupakan komponen yang paling penting yang menjadi tonggak keberhasilan
dalam proses pembelajaran. Bahwa pemahaman guru terhadap pengertian baik teori
belajar maupun pembelajaran akan sangat mempengaruhi metode atau cara guru itu
mengajar.
Ada banyak sekali
macam teori pembelajaran, seperti teori behavioristik, kognitif,
konstruktivistik, humanistik, sibernetik, revolusi-sosiokultural dan kecerdasan
ganda, penting untuk diketahui dan dimengerti sesuai dengan situasi, kondisi
dan konteks pembelajaran yang dihadapi.[1]
Dari beberapa
teori yang telah disebutkan diatas, di dalam makalah ini akan dibahas tentang
salah satu dari teori-teori tersebut yakni teori humanistik. Teori ini
mempelajari perilaku belajar peserta didik dan mengembangkan potensi yang ada
di dalam dirinya. Berbeda dengan teori belajar konstruktivistik, teori
humanistik lebih menekankan isi yang dipelajari daripada proses belajar itu
sendiri.
Untuk
mengetahui lebih lanjut mengenai pemahaman tentang teori humanistik baik pengertian
belajar menurut teori humanistik, tokoh-tokoh yang menganut aliran humanistik,
serta aplikasi teori humanistik dalam proses pembelajaran ini, akan dibahas
lebih lanjut pada bab pembahasan.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas, adapun rumusan masalah yang dapat diambil adalah sebagai
berikut:
1.
Bagaimana pengertian belajar
menurut teori humanistik?
2.
Siapa saja tokoh-tokoh yang
menganut aliran humanistik?
3.
Bagaimana aplikasi teori humanistik
dalam proses pembelajaran?
C.
Tujuan
Berdasarkan
rumusan masalah diatas adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai
berikut:
1.
Untuk menjelaskan pengertian
belajar menurut teori humanistik.
2.
Untuk menyebutkan tokoh-tokoh yang menganut aliran humanistik.
3.
Untuk mendeskripsikan aplikasi teori humanistik dalam proses
pembelajaran.

PEMBAHASAN
A.
Pandangan
teori humanistik terhadap proses belajar
Sebelum
membahas tentang proses belajar menurut teori humanistik, berikut ini akan
dipaparkan tentang apa itu humanistik. Humanistik adalah suatu teori yang
tertuju pada masalah bagaimana tiap individu dipengaruhi dan dibimbing oleh
maksud-maksud pribadi yang mereka hubungkan kepada pengalaman-pengalaman mereka
sendiri.[2]
Teori humanistik
merupakan teori yang membahas tentang proses belajar yang harus dimulai untuk
mencapai tujuan memanusiakan manusia. Oleh karena itu, proses belajar dapat
dianggap berhasil, apabila peserta didik telah memahami lingkungan dan dirinya
sendiri. Dengan kata lain, peserta didik dan proses belajarnya harus berusaha
agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya.
Dalam teori
ini dijelaskan bahwa tujuan utama para pendidik adalah membantu peserta didik
untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing diri peserta didik
untuk lebih mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu
dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.
Pendidik yang menganut
aliran humanistik juga mencoba untuk membuat
pembelajaran yang membantu peserta didik untuk meningkatkan kemampuan
dalam membuat, berimajinasi, mempunyai pengalaman, berintuisi, merasakan, dan
berfantasi. Pendidik humanistik biasanya berpikir seberapa besar hal yang dapat
mereka lakukan agar dapat membantu peserta didiknya agar menjadi lebih baik. oleh
sebab itu, tampak bahwa dalam teori humanistik ini lebih mengutamakan emosi. Karena
emosi merupakan salah satu potensi terbesar manusia. Sehingga mereka berpikir
bahwa pendidikan emosi lebih baik daripada pendidikan kognisi.
Dalam Islam
dijelaskan bahwa
pendidikan yang humanistik memandang manusia sebagai manusia, yakni
makhluk hidup ciptaan Tuhan dengan fitrah-fitrah tertentu.[3]
Dengan pendidikan humanistik, seorang pendidik memiliki tanggung jawab moral
berupa keterpanggilannya untuk mengabdikan dirinya demi kemaslahatan
masyarakatnya dalam hal ini peserta didik.
Teori
humanistik lebih mementingkan isi yang dipelajari daripada proses belajar, teori
ini banyak berbicara tentang teori pendidikan untuk membentuk manusia yang
dicita-citakan, serta proses belajar dalam bentuknya yang paling ideal. [4]
Setiap teori
atau pendekatan pembelajaran pasti memiliki kelebihan dan kelemahan. Begitu
juga dengan teori humanistik yang bersifat eklektik. Teori ini beranggapan bahwa berbagai jenis teori belajar dapat
digunakan asalkan tujuannya kembali kepada konsep memanusiakan manusia. Memanusiakan
manusia yang dimaksud adalah mencapai aktualisasi diri, pemahaman diri, serta
realisasi diri orang yang belajar secara optimal.[5] Jadi menurut teori humanistik, seorang pendidik sah-sah saja
menggunakan berbagai macam teori asal tujuan “memanusiakan manusia” tercapai.
B.
Tokoh-tokoh
yang menganut aliran humanistik
Secara teoritik, banyak sekali tokoh-tokoh
penting dalam teori belajar humanistik, diantaranya:
1.
Kolb
Sebagai tokoh
aliran humanistik, dia telah membagi belajar menjadi beberapa tahap atau yang terkenal
dengan konsep “belajar empat tahap”. Yaitu: a) tahap pengalaman konkret, b)
tahap pengamatan aktif dan reflektif, c) tahap konseptualisasi, d) tahap
eksperimentasi aktif.[6]
Kolb menggambarkan bahwa keempat tahapan belajar itu terjadi secara
berkesinambungan diluar kesadaran orang yang belajar.
Jika dilihat
secara teori, keempat tahapan ini dapat dipisah. Akan tetapi pada kenyataannya
proses peralihan keempat tahapan itu sulit ditentukan kapan terjadi karena
seringkali terjadi begitu saja. Berikut ini akan dijelaskan keempat tahapan
tersebut.
a.
tahap pengalaman konkret
Tahap pertama
seseorang dalam peristiwa belajar adalah mengalami suatu kejadian atau
peristiwa sebagaimana adanya, baik mengalami dengan cara melihat, mendengar
maupun merasakannya. Dalam tahap ini, seseorang juga mampu menceritakan
kejadian atau peristiwa tersebut sesuai dengan yang dialami, namun belum dapat
memahami ataupun memiliki kesadaran tentang apa hakikat atau hikmah dari
peristiwa yang telah terjadi tersebut.
b.
tahap pengamatan aktif dan
reflektif
Setelah
seseorang mengalami suatu peristiwa, semakin lama ia akan mampu melakukan
pengamatan secara aktif terhadap peristiwa yang dialaminya. Ia akan berusaha
berpikir mencari jawaban tentang hakikat atau hikmah apa yang terkandung dalam
peritiwa yang telah ia alami. Refleksi yang semakin lama semakin berkembang
tentang berbagai pertanyaan seperti bagaimana peristiwa ini terjadi, mengapa
peristiwa ini terjadi. Kemampuan seperti ini yang dimiliki dan terjadi pada
seseorang pada tahap kedua dalam proses
belajar.
c.
tahap konseptualisasi
Tahap ketiga
dalam proses belajar adalah tahap konseptualisasi. Pada tahap ini seseorang
sudah mampu untuk mengembangkan suatu teori, konsep maupun hukum tentang
sesuatu yang menjadi objek perhatiannya atau objek yang ia pelajari. Dengan
pengalaman dari berbagai peristiwa yang dialaminya, ia sudah mampu berpikir
induktif, artinya ia mampu merumuskan suatu aturan umum atau
men-generalisasikan peristiwa yang ia alami.
d.
tahap eksperimentasi aktif
Tahap belajar
yang terakhir menurut Kolb adalah melakukan eksperimentasi secara aktif. Dimana seseorang
sudah mampu mengaplikasikan konsep, teori ataupun dalil dalam kehidupan nyata.
Jika pada tahap konseptualisasi seseorang berpikir secara induktif, maka pada
tahap terakhir ini seseorang telah mampu berpikir secara deduktif. Ia sudah
tidak hanya mempertanyakan asal-usul teori-teori yang ada akan tetapi ia sudah
dapat menggunakan atau mengaplikasikan teori tersebut untuk memecahkan masalah yang
dihadapi, bahkan yang belum pernah ia temui sebelumnya.
2.
Hubermas
Menurut
Hubermas, kegiatan belajar akan terjadi jika ada interaksi antara manusia
dengan lingkungan, baik lingkungan alam maupun sosial. Kedua lingkungan
tersebut tak dapat dipisahkan. Sehingga ia membagi tipe atau macam belajar menjadi
tiga, yaitu: a) belajar teknis (technical learning), b) belajar praktis
(practical learning), c) belajar emansipatoris (emansipatory learning).[7]
Berikut ini akan dijelaskan karakteristik dari masing-masing ketiga tipe
belajar tersebut.
a.
Belajar Teknis (Technical
Learning)
Merupakan tipe
belajar orang-orang yang berinteraksi dengan lingkungan alamnya. Ilmu
pengetahuan alam atau sains merupakan ilmu yang dibutuhkan dalam tipe belajar
ini untuk memahami lingkungan alam sekitarnya dengan baik.
b.
Belajar Praktis (Practical
Learning)
Merupakan tipe
belajar orang-orang yang berinteraksi dengan lingkungan sosialnya, yaitu dengan
orang-orang di sekitarnya. Bidang ilmu pengetahuan sosial seperti antropologi,
sosiologi, psikologi atau komunikasi dibutuhkan untuk menciptakan interaksi
yang baik antar sesama manusia. Akan tetapi mereka juga menyadari bahwa
interaksi dengan lingkungan alam juga tidak bisa terpisahkan dengan kepentingan
manusia sehingga interaksi yang benar antara manusia dengan lingkungan alamnya
akan tampak jika hubungan atau interaksinya dengan kepentingan manusia.
c.
Belajar Emansipatoris (Emansipatory
Learning)
Berbeda dengan
kedua tipe belajar diatas, belajar emansipatoris lebih menekankan pada usaha
seseorang untuk memahami dan menyadari perubahan atau transformasi budaya dalam
lingkungan sosialnya. Sehingga bidang ilmu yang berhubungan dengan budaya dan
bahasa diperlukan dalam tipe belajar ini. Karena dengan keterampilan dan sikap
yang benar seorang individu dapat mendukung terjadinya transformasi budaya
tersebut.
Menurut
Habermas dari ketiga tipe belajar tersebut, tipe belajar emansipatoris (emansipatory
learning) merupakan tipe belajar tertinggi karena tujuan pendidikan yang
paling tinggi menurutnya adalah transformasi budaya dengan cara memahami dan
menyadari perubahan budaya.
3.
Honey dan Mumfrod
Kedua tokoh
ini termasuk dalam daftar tokoh yang menganut aliran humanistik. Dengan
diilhami dari konsep empat tahap belajar yang dikemukakan Kolb, kedua tokoh ini
mengelompokkan orang yang belajar ke dalam empat golongan, yaitu: a) kelompok
aktivis, b) kelompok reflektor, c) kelompok teoritis, d) kelompok pragmatis.[8]
Masing-masing dari kelompok itu memiliki ciri dan karakteristik tersendiri
sebagaimana yang akan dijelaskan berikut ini:
a.
kelompok aktivis
Yang dimaksud
kelompok aktivis adalah yang terdiri dari orang-orang yang senang melibatkan
dirinya serta berpartisipasi aktif dalam berbagai macam kegiatan dengan tujuan
untuk memperoleh pengalaman yang baru. Sisi positif yang mereka miliki seperti
mudah diajak untuk berdialog, mempunyai pemikiran terbuka, menghargai pendapat
serta mudah percaya pada orang lain. Sedangkan di sisi lain biasanya mereka
memiliki sifat jika melakukan tindakan tidak dipikirkan apa akibat yang
ditimbulkan atau dengan kata lain kurang pertimbangan.
Dalam kegiatan
belajar, kelompok ini termasuk orang-orang yang senang dengan penemuan yang
baru (inovasi) seperti pengalaman maupun pemikiran yang baru. Sehingga metode
yang tepat untuk kelompok ini adalah metode problem solving, brainstorming.
Akan tetapi kelompok ini biasanya juga sering merasa bosan jika kegiatan
yang mereka lakukan memakan waktu lama.
b.
kelompok reflektor
Berasal dari
kata refleksi yang berarti berpikir, kelompok reflektor ini merupakan kebalikan
dari kelompok aktivis. Kelompok ini lebih banyak pertimbangan dan berhati-hati
dalam melakukan suatu tindakan. Bisa dikatakan kelompok ini tidak ceroboh
karena dalam melakukan tindakannya kelompok ini penuh dengan pertimbangan,
segala hal dipertimbangkan sehingga kelompok ini lebih bersifat konservatif
atau kolot.
c.
kelompok teoritis
Dibandingkan
dengan kelompok sebelumnya, kelompok ini cenderung lebih tegas dan tidak mudah
terpengaruh dengan orang lain. Kelompok ini disebut juga dengan kelompok yang
sangat kritis. Karena segala tindak tanduk perbuatan mereka, dikembalikan
kepada teori-teori atau dalil. Dengan karakteristik suka berpikir rasional,
menganalisis, penuh pertimbangan sehingga cenderung skeptis atau kurang percaya
serta tidak menyukai terhadap sesuatu yang bersifat spekulatif (pendapat yang
tidak sesuai dengan kenyataan).
d.
kelompok pragmatis
Pragmatis
artinya praktis. Begitu juga dengan kelompok ini disebut dengan pragmatis
karena mereka tidak menyukai sesuatu yang sifatnya bertele-tele. Mereka praktis
dan tidak suka berpanjang lebar dengan teori, konsep, aturan maupun
dalil-dalil. Menurut mereka sesuatu hanya bisa menjadi bermanfaat jika dapat
dipraktekkan. Teori, konsep, aturan, maupun dalil memanglah penting, akan
tetapi jika tidak dipraktekkan akan percuma atau sia-sia.
4.
Bloom dan Karthwohl
Kedua tokoh
ini lebih menekankan pada apa yang seharusnya dikuasai individu sebagai tujuan
belajar, setelah melalui peristiwa belajar.[9]
Bloom mengemukakan bahwa tujuan belajar dirangkum ke dalam tiga kawasan yang
lebih dikenal dengan sebutan “taksonomi Bloom”. Hasil pemikiran Bloom inilah
yang banyak memberikan inspirasi kepada para pakar atau tokoh pendidikan dalam
mengembangkan berbagai teori maupun praktek pembelajaran. Melalui taksonomi
Bloom pula para pendidik dapat merumuskan tujuan pembelajaran serta merancang
program-program pembelajaran.
Khususnya di
Indonesia taksonomi Bloom ini memberikan kontribusi yang besar dalam
pelaksanaan pendidikan. Adapun ketiga kawasan dalam taksonomi Bloom itu adalah
sebagai berikut:
a.
ranah kognitif
Ranah ini
merupakan ranah yang berhubungan dengan aspek pengetahuan intelektual. Pada
Ranah ini terdiri dari 6 tingkatan, yaitu:
1)
pengetahuan
Pada tingkatan
ini, peserta didik diharapkan mampu untuk mengingat sampai menghafal.
2)
pemahaman
Pada tingkatan
ini, setelah memahami materi peserta didik diharapkan mampu menginterpretasikan
atau menafsirkan kembali materi yang telah diberikan.
3)
aplikasi
Pada tingkatan
ini peserta didik diharapkan mampu menggunakan konsep yang ada untuk memecahkan
suatu masalah (problem solving).
4)
analisis
Pada tahap
ini, diharapkan peserta didik mampu menjelaskan atau menjabarkan konsep, teori
yang telah ada.
5)
sintesis
Artinya
menggabungkan bagian-bagian konsep sehingga menjadi konsep yang utuh.
6)
evaluasi
tahap akhir
dari ranah ini adalah evaluasi, yaitu dengan cara membandingkan nilai-nilai,
ide, metode, dan sebagainya.
b.
Ranah afektif
Berisi
perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi seperti minat. Ranah
ini terdiri dari 5 tingkatan, yaitu:
1)
pengenalan
2)
merespon
3)
penghargaan
4)
pengorganisasian
5)
pengamalan
c.
Ranah psikomotor
Berisi perilaku-perilaku
yang menekankan aspek keterampilan motorik seperti menulis. Ranah ini terdiri
atas 5 tingkatan, yaitu:
1)
peniruan
2)
penggunaan
3)
ketepatan
4)
perangkaian
5)
naturalisasi
5.
Arthur Combs
Bersama dengan Donald snygg, mereka banyak mencurahkan banyak
perhatian dalam dunia pendidikan. Meaning (makna atau arti) adalah
konsep dasar yang sering digunakan. Belajar terjadi bila mempunyai arti bagi
individu, pendidik tidak bisa memaksakan materi yang tidak disukai atau tidak
relevan dengan kehidupan mereka.
Berdasarkan kajiannya, Combs menyatakan bahwa banyak guru membuat
kesalahan dengan berasumsi bahwa peserta didik mau belajar apabila materi
pelajarannya disusun dan disajikan sebagaimana mestinya. Padahal makna yang
diharapkan peserta didik tidaklah menyatu pada materi pelajaran itu. Dalam hal
ini yang penting adalah bagaimana membawa persepsi peserta didik untuk
memperoleh makna belajar bagi pribadinya dari materi pelajaran tersebut yang
menghubungkan materi pelajaran dengan kehidupanya sehari-hari. Hal ini sesuai
dengan pandangan pendekatan pembelajaran kontekstual yang menghubungkan materi
pembelajaran dengan dunia nyata peserta didik.[10]
6.
Abraham Maslow
Abraham Maslow lahir di Brooklyn, New York tanggal 1 April 1908
merupakan salah satu tokoh penting dalam teori humanistik. Dalam pembelajaran Maslow mengatakan bahwa di dalam diri individu ada
dua hal yaitu:
a.
usaha positif untuk berkembang
b.
kekuatan untuk menolak
perkembangan.
Maslow memiliki pandangan yang positif tentang manusia, bahwa manusia pada
dasarnya mempunyai potensi untuk maju
dan berkembang. Manusia akan mengalami pematangan melalui lingkungan yang
menunjang dan usaha aktif dari diri sendiri untuk merealisasikan potensinya.
Manusia yang melakukan kekerasan pada dasarnya karena kodrat batinnya
dibelokkan atau karena lingkungan yang salah. Karena itu maslow tidak meneliti orang
yang mengalami gangguan jiwa dan cidera otak, melainkan meneliti orang yang
sehat dan kreatif untuk mengetahui ciri- ciri orang yang kreatif dan berhasil
mengaktualisasikan diri.
Maslow yakin bahwa banyak tingkah laku manusia yang bisa
diterangkan dengan memperhatikan tendensi individu untuk mencapai tujuan-
tujuan personal yang membuat kehidupan bagi individu yang bersangkutan penuh
makna dan memuaskan. Maslow melukiskan manusia sebagai makhluk yang pernah
berada dalam keadaan sepenuhnya puas. Bagi manusia, kepuasan itu sifatnya
sementara. Jika suatu kebutuhan telah terpuaskan, maka kebutuhan- kebutuhan
yang lainnya akan muncul menuntut pemuasan, begitu seterusnya.[11]
Maslow juga mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya
untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarki. Kebutuhan untuk tingkat yang
paling rendah yaitu tingkat untuk bisa survive atau mempertahankan hidup
dan dan rasa aman, dan ini adalah kebutuhan yang paling penting.[12]
Konsep terpenting dari maslow adalah keyakinannya yang positif terhadap diri
manusia. Manusia memang pada dasarnya baik, juga kreatif dan mempunyai potensi
diri untuk maju dan mengembangkan diri. Manusia dimotivasi oleh beberapa
kebutuhan yang dimana senantiasa dapat
menggerakkan seseorang untuk berusaha mencapai tujuan yang telah ditentukan. Syarat terbentuknya kreativitas dan etos
kerja yang tinggi adalah terpenuhinya beberapa kebutuhan-kebutuhan yang pertama
kali harus terpenuhi adalah kebutuhan dasar atau kebutuhan fisiologis yang
meliputi sandang, pangan dan papan sebagai syarat terpenuhinya kebutuhan yang
lebih tinggi. [13]
Implementasi teori Maslow dalam dunia pendidikan yaitu, guru dan
orang tua, serta dewasa lain perlu mengupayakan kebutuhan dasar agar kebutuhan
lain yang tinggi juga terpenuhi. Olahraga, istirahat cukup, udara yang sejuk
makanan yang bergizi juga sangat penting untuk diperhatikan. Itulah sebabnya di
sekolah terdapat bidang studi olahraga dan kesehatan, juga diberikan waktu
istirahat disela- sela pelajaran. Itu semua merupakan sebagaian upaya mendorong
terpenuhi kebutuhan fisiologi anak.[14]
7.
Carl Rogers
Rogers adalah salah seorang peletak dasar dari gerakan potensi
manusia, yang menekankan pada perkembangan pribadi melalui latihan sensivitas,
kelompok pertemuan, dan latihan lainnya yang bertujuan untuk membantu orang
agar memiliki pribadi yang sehat. Dia membangun teorinya berdasarkan praktik
interaksi terapeutik denngan para pasiennya. Karena memang dia menekankan
teorinya kepada pandangan subyektif seseorang. Sehingga teorinya dinamakan “person-centered
theory”.[15]
Implementasi teori rogers ini ialah setiap pendiidk memiliki
tanggung jawab besar untuk mendorng peserta didik agar menjadi manusia yang
berkembang utuh sesuai yang diharapkan. Belajar peserta didik akan berguna bila
sesuai dengan kondisi pribadi peserta didik dan relevan dengan karakter, dan
perkembangannya. Peran guru disi hanya sebagai fasilitator, [yang bertugas
menyiapkan kondisi agar peserta didik memiliki kebebasan mengembangkan emosi,
intelektual dan motoriknya. [16]
Carl Rogers seorang ahli psikologi humanistik yang mempunyai ide-ide
mempengaruhi pendiidkan dan penerapannya. Dia menganjurkan pendekatan
pendiidkan sebaiknya mencoba membuat belajar dan mengajar lebih manusiawi,
lebih personal, dan berarti.
Pendekatan rogers dapat dimengerti dari prinsip- prinsip penting
belajar humanistik yang diidentifikasikan sebagai sentral dari filsafat
pendidikannya.
a.
Keinginan
untuk belajar (the desire to learn)
Pada prinsip yang pertama ini rogers percaya
bahwa manusia secara wajar mempunyai keinginan untuk belajar. Keingintahuan
anak yang sudah melekat atau sudah menjadi sifatnya untuk belajar adalah
asusmsi dasar yang penting untuk pendidikan humaistik. Anak diberi kebebasan
untuk memuaskan keingintahuan mereka, untuk mengikuti minat mereka yang tak isa
dihalangi, untuk menemukan diri sendiri, serta apa yang penting dan berarti apa
yang ada di dunia yang mengelilingi mereka.
b.
Belajar secara
signifikan (Significant learning)
Rogers telahmengidentifikasikan bahwa belajar
secara signifikan terjadi ketika belajar dirasakan relevan terhadap kebutuhan
dan tujuan peserta didik. Contoh dari belajar ini sulit untuk ditemukan pikiran
peserta didik yang belajar dengan cepat untuk menggunakan komputer komputer
agar bisa menikmati permainan, tau peserta didik yang cepat belajar untuk
menghitung uang kembaliannya ketika membeli sesuatu. Kedua contoh tadi
mnunjukan bahwa belajar mempunyai tujuan dan kenyataannya dimotivasi oleh
kebutuhan untuk tahu.
c.
Belajar tanpa
ancaman (learning without threat)
Dalam prinsip ini adalah belajar yang baik
adalah memperoleh dan menguasai suatu lingkungan yang bebas dari ancaman.
Proses belajar dipertinggi ketika peserta didik dapat menguji kemampuan mereka,
mencoba pengalaman baru, bahkan membuat kesalahan tanpa mengalami sakit hati
karena kritik dan celaan.
d.
Belajar atas
inisiatif sendiri (self- initiated learning)
Belajar
inisiatif ini adalah mengajar peserta didik untuk mandiri dan percaya diri.
Ketika peserta didik belajar atas inisiatifnya, mereka mempunyai kesempatan
untuk membuat pertimbangan, pemilihan dan penilaian. Peserta didik akan merasa
dirinya lebih terlibat dalam belajar, lebih menyukai prestasi, dan paling
penting lebih dimotifasi untuk terus belajar.
e.
Belajar dan
berubah (kearning and change)
Prinsip yang
terakhir ini adalah belajar yang paling bermanfaat adalah belajar tentang
proses. Pengetahuan berada dalam keadaan yang terus berubah secara konstan.
Belajar seperti waktu yang lalu tidak cukup lama untuk memungkinkan sesseorang
akan sukses dalam dunia modern. Apa yang dibutuhkan sekarang, menurut rogers,
adalah individu yang mampu belajar dalm lingkungan yang berubah.[17]
C.
Aplikasi teori
humanistik dalam proses pembelajaran
Dibandingkan
dengan bidang pendidikan, teori humanistik ini lebih dekat dengan pembahasan
filsafat teori kepribadian dan psikoterapi karena dianggap sulit untuk
diterapkan dalam konteks yang lebih praktis. Akan tetapi karena konsepnya yang
ideal yaitu memanusiakan manusia, maka teori ini mampu memberikan arah terhadap
semua komponen pembelajaran untuk mendukung tercapainya tujuan pembelajaran
tersebut, yaitu terbentuknya manusia yang ideal.
Dalam
pembelajaran humanistik guru atau pendidik berperan sebagai fasilitator dan
motivator bagi peserta didik untuk mencapai tujuannya. Sedangkan peserta didik
berperan sebagai pelaku utama yang memaknai proses pengalaman belajarnya
sendiri. Diharapkan peserta didik dapat mengembangkan potensi dirinya yang
bersifat positif dan meminimalisir potensi diri yang bersifat negatif.
Dalam praktek
pembelajaran, teori humanistik cenderung mengarahkan peserta didik untuk
berpikir induktif, mementingkan pengalaman dan membutuhkan keaktifan peserta
didik itu sendiri dalam proses belajar. Sedangkan tujuan pembelajaran
humanistik lebih kepada proses belajar daripada hasil belajar.
Menurut teori
humanistik, pendidik yang baik dan ideal adalah orang yang mampu berinteraksi
dengan peserta didiknya dengan mudah dan menyenangkan seperti humoris, menarik,
demokratis, sabar, mampu memahami perasaan peserta didik, serta peka terhadap
perubahan yang terjadi.
C.Asri
Budiningsih dalam bukunya “belajar dan pembelajaran” menjelaskan bahwa sejauh
ini belum ada pedoman baku tentang langkah-langkah pembelajaran menggunakan
teori humanistik, namun langkah-langkah yang dikemukakan Suciati dan Prasetya
Irawan dapat dijadikan sebagai pedoman.[18]
Langkah-langkah tersebut diantaranya:
1.
Menentukan atau merumuskan tujuan
pembelajaran, tujuan belajar yang jelas akan mempermudah pendidik dalam proses
pembelajaran.
2.
Menentukan materi pelajaran, dengan
begitu proses pembelajaran akan lebih terarah dan dapat diketahui apakah tujuan
pembelajaran sudah tercapai atau belum.
3.
Mengidentifikasi kemampuan awal
peserta didik, dengan langkah ini pendidik akan lebih mudah menyampaikan materi
pelajaran karena sudah mengetahui kemampuan awal dari masing-masing individu
peserta didik.
4.
Mengidentifikasi topik-topik
pelajaran yang memungkinkan peserta didik secara aktif melibatkan diri atau
mengalami dalam belajar, dengan memilih beberapa topik yang menarik
didiskusikan bisa membuat peserta didik aktif
5.
Merancang fasilitas belajar seperti
lingkungan dan media pembelajaran
6.
Membimbing peserta didik belajar
secara aktif, peserta didik didorong untuk dapat mengemukakan pendapatnya
7.
Membimbing peserta didik untuk
memahami hakikat makna dari pengalaman belajarnya
8.
membimbing peserta didik membuat
konseptualisasi pengalaman belajarnya
9.
Membimbing peserta didik dalam
mengaplikasikan konsep-konsep baru ke situasi nyata
10.
Mengevaluasi proses dan hasil
belajar, evaluasi dilakukan secara individu sesuai dengan perolehan prestasi
peserta didik.
Pembelajaran humanistik lebih cocok diterapkan
pada pelajaran yang bersifat pembentukan pribadi, hati nurani, perubahan sikap,
dan analisis terhadap fenomena sosial.[19]
Ciri-ciri pembelajaran dengan teori humanistik ini berhasil adalah bisa dilihat
dari peserta didik yang merasa senang dan bersemangat dalam belajar dan terjadi
perubahan baik sikap maupun pola pikir
mereka atas kehendak mereka sendiri.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan
pembahasan tentang teori humanistik diatas, sebagai akhir dari makalah ini
penulis dapat mengambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1.
Teori humanistik menyatakan bahwa
tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia. Teori ini bersifat eklektik
yaitu memperbolehkan seseorang sebagai pendidik untuk menggunakan berbagai
macam teori belajar asalkan tujuan “memanusiakan manusia” tercapai. Tujuan
pendidik humanistik adalah membantu peserta didik untuk mengembangkan potensi
yang dimiliki mereka.
2.
Beberapa tokoh yang berpengaruh
dalam pembelajaran menggunakan teori humanistik diantaranya:
a.
Kolb, yang terkenal dengan konsep empat
tahap belajarnya, yaitu pengalaman konkret, aktif dan reflektif,
konseptualisasi, dan eksperimentasi aktif.
b.
Hubermas, dikenal sebagai tokoh
humanistik yang membedakan tipe belajar seseorang menjadi tiga macam yaitu
belajar teknis, praktek, dan emansipatoris.
c.
Honey dan Mumfrod, menggolongkan
tipe peserta didik menjadi empat macam yaitu aktivis, reflektor, teoris dan
pragmatis.
d.
Bloom dan Karthwool, dikenal dengan
“taksonomi Bloom”nya, yang meliputi ranah afektif, kognitif, dan psikomotorik.
e.
Combs, menurutnya untuk dapat
memahami tingkah laku manusia, hal terpenting yaitu mengerti bagaimana dunia
ini dilihat dari sudut pandangnya.
f.
Maslow, mengemukakan bahwa seseorang
berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat
hirarkis. Teorinya yang sangat
terkenal yaitu teori tentang Hierarchy
of Needs (Hierarki Kebutuhan).
g.
Rogers, dalam dunia belajar ia
membedakan dua tipe belajar, yakni
kognitif (kebermaknaan) dan
experiential (pengalaman atau
signifikansi).
3.
Aplikasi teori humanistik dalam
proses pembelajaran adalah: a) guru bertindak sebagai fasilitator, b)cenderung
mendorong peserta didik untuk berpikir induktif, c) lebih mementingkan faktor
pengalaman dan keterlibatan peserta didik secara aktif dalam proses
pembelajaran.
|

Asri Budiningsih, C. 2012. Belajar
dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Baharuddin dan Moh.Sakin. 2011. Pendidikan Humanistik. Jogjakarta:
Ar-Ruzz Media.
Djiwandono, Sri Esti Wuryani. 2009.
Psikologi Pendidikan. Jakarta: Grasindo.
Koeswara, E. 1991. Teori teori kepribadian. Bandung: Erosco.
Putrayasa, Ida Bagus. 2013. Landasan Pembelajaran. Bali:
Undiksha Press.
Sriyanti, Lilik, dkk. 2013. Teori Teori Belajar. Salatiga :
STAIN Press.
|
Syamsu Yusuf dan Juntika Nurihsan. 2007. Teori kepribadian. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
[15]Syamsu Yusuf dan Juntika Nurihsan, Teori
kepribadian (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), 142-143.
0 komentar:
Posting Komentar